Selama 1 minggu saya beserta rombongan MPI dan PIAUD UIN Sunan Kalijaga berkesempatan berkunjung di Singapore and Malaysia. Perjalanan dimulai tgl 7 Agustus dari YIA (Yogyakarta International Airport) dengan a budget flight murah meriah tepat tiba di Singapore.
Day 1: 7 Agustus
Tiba di terminal 2 Changi, penampakan infra struktur bandara masih biasa, bisa dibilang masih standar seperti di bandara Cengkareng yang juga sudah punya skytrain, kereta angkut listrik mengantarkan penumpang antar terminal tanpa sopir. Oleh tour guide lalu diajak ke Jewel mall di terminal 1 yang ada air terjun indoor, yang diklaim sebagai air terjun indoor terbesar. Masih juga saya belum takjub karena pemandangan ini masih sama dengan yang saya lihat sebelumnya karena sudah beberapa kali muter-muter antar terminal di Changi sembari menunggu flight berikutnya. Selalu setiap perjalanan ke luar negeri saya sengaja mengambil rute stop over di Singapore. Ke North America, Russia, Middle East, Europe, dan Australia. Bahkan dari Ostrali yang mestinya lebih dekat jika langsung turun di Denpasar pun tetap saja ambil rute stop over di Singapore. Pernah juga waktu penjadi pengawas pemilu luar negeri 2009 dari Sydney menuju ke Kuala Lumpur pun ambil stop over di Singapore. Maka tidak begitu heboh lah infra struktur bandara Changi. Apalagi air terjun alami menjulang tinggi banyak kita temui di negeri tercinta Indonesia. Benar-benar air terjun bukan sungai ambleg seperti Niagara Fall di perbatasan Toronto dan New York.
Seperti biasa dari Changi kita lalu diarahkan tour leader menuju Merlion statue, patung iconic berbadan ikan berkepala singa. Masih sama seperti pemandangan sebelumnya. Bedanya adalah sekarang adan jalan layang baru, i.e. Esplanade Dr, yang menghubungkan Esplanade Theater di bagian utara dengan Merlion di bagian selatan. Sebelumnya, saya harus muteri teluk dari Esplanade menuju Merlion. Kini cukup naik jalan layang. Ini mulai nampak bahwa infra struktur sangat berkembang dan mampu mengubah wajah Singapore dari tahun ke tahun kalau kita tidak meng-updatenya.
Day one pun ditutup dengan makan siang, sholat jamak takdim Dhuhur Ashar dan check in di Hotel 81 Geylang. Sebelum ke hotel, kita sempat main ke Unviersal Studio. Hanya selfie sih. Di bawah studio, ada Casino.
Tengah malam 12:30 (tepatnya sudah tanggal 8 waktu Singapore) perut keroncongan. Gak ada cara lain kecuali ke luar dan cari makan. Ohhhh no! Sepanjang jalan Geylang dari lorong ke lorong ternyata penuh dengan praktek prostitusi mulai dari PSK (baca WTS) Vietnam, Philippines, Asia pada umunya, India, dan bahkan bule. Para PSK ini menjajakan dirinya dengan cara duduk di kursi di trotoar depan rumah bordil mereka. Ada beberapa nampak orang Indonesia saya sapa dengan "assalaamu'alaikum." Mereka menjawabnya dengan "wa alaikum salaam" dengan senyum lebar memngembang menghiasi wajah mereka tanpa ada perasaan malu. Makan baksa Vietnam $13 dan balik ke hotel tidur.
Day 2: 8 Agustus
Rombongan ke Sekolah Indonesia Singapura, sedangkan saya duluan checked out menuju ke National University of Singapore (NUS). Biasalah kita tanya pada receptionist, jawabannya Singapore English dengan accent yang agak susah dipahamai. Hi Sir, could you tell me how to get NUS by public transportation. You take a Grab laaaah. No, I want to take a bus or MRT. You go down the road and then cross and take a bus number 10 to National Stadium bla ... bla ... bla ...
Buka Google Maps lebih jelas sih. Dari Geylang jalan kaki nyebrang jalan raya. Naik bus 70 ke National Stadium. Lalu transfer bus 310. Sampai deh di Kent Ridge Cressent. Sampailah di Gedung NUS AS8 the Asia Research Institute (ARI). Naik bus tap in the card dan keluar tap out the card. Gak ribet beli tiket karena credit card dari Indonesia bisa langsung dipakai untuk tap in and out. Gak ke hitung berapa kali naik bus, tagihan hanya $5.
Sesuai appointment Tue the 8th at 9:00 sharp, saya sudah di lokasi AS8. Erica Larson, a research fellow di ARI, lalu nyamperin untuk menuju ke The Coffee Roaster Cafe. She was the first whom I handed in my newly published book, Pendidikan Agama Islam Sumber Radikalisme and Ekstremisme. Pesan kopi, lalu menuju meja di pojok. To the point tanpa bosa-basi terjadilah diskusi intensif temuan-temuan penting di buku terkait radicalization of Indonesian students of public and Islamic universities. Gak terasa sudah 1.5 jam diskusi intensif. Setiap pertanyaan Erica lalu aku dijawab sambil merujuk pada halaman tertentu di buku. Pembicaraan penting adalah bagaimana dengan Manado dimana Muslim minoritas di sana. Menurut penelitian Erica, Muslim di sana condong moderate. Berbeda dengan temuan saya di Ambon (sekalipun Muslim tidak minoritas amat tetapi jumlahnya tetap dibawah Kristen) dimana Muslim minoritas justru condong radikal. Tentu saja temuan sosiologis ini perlu ditinjau juga dari antropoligis (bidang yang diminati Erica) yang mana Muslim di Ambon masih menyimpan memori konflik dengan Kristen. Sedangkan di Manado, Muslim tidak pernah berkonflik dengan Kristen. Dus, radikal atau moderat tidak terkait dengan ajaran agama tetapi lebih pada relasi agama dengan kepentingan sosial utamanya akses pada politik dan ekonomi. Ketika relasi tersebut menguntungkan bagi penganut agama, prilaku agama mereka moderate dan praktek ajaran agama banyak diartikulasikan secara sejuk damai. Sebaliknya ketika tidak menguntungkan, prilaku agama radikal dan praktek ajaran agama banyak dieksplor hal-hal terkait kekerasan bahkan perang suci.
10:45 saya diantar Erica menuju ke Bus Shelter di Kent Ridge, persis opposite NUS AS8. Ambil bus 183 turun di Blk 410, lalu nyebrang menuju Blk 365 untuk transfer ke Bus 106 menuju ke British Council. Dari sini sudah terik sekali sinar matahari, jalan dah ngos-ngosan plus mandi keringat. Maka buka aplikasi Grab untuk pesan ke Indonesian Embassy di 7 Chatsworth Rd. Kejadian lucu. Grab di sini tidak sembarang berhenti di sepanjang jalan. Ada a point of pick up dimana kita harus menuju ke situ. Dua kali gagal, cancelled by driver, karena saya tidak menuju ke point of pick up. Order yang ketiga, aku menuju ke point of pick up. Dan okay lah diantar sampai ke Embassy.
10:30 bla bla bla ke security officer, sampailah di Kantor Pak Dubes Tommy. Ditemui sekretaris, dan bertemulah dengan Pak Dubes. Pembicaraan tentang buku secara garis besarnya. Bahwa universitas negeri baik umum ataupun Islam itu didirikan, dibangun, didanai demi melangsungkan NKRI, tetapi mayoritas mahasiswanya justru radikal dan bahkan bertindak ekstrem. Materi PAI yang seharusnya mampu mengajarkan Islam keindonesiaan, ternyata tidak mampu merubah pandangan mahasiswa tentang penegakan sharia Islam yang mencopy paste model Arab Saudi, konsep negara bukan NKRI tetapi khilaafah, dan jihad tidak lagi interpretasi imaginer terkait ke perang terhadap hawa nafsu, perang terhadap kebodohan, perang terhadap underdevelopment untuk mencapai masa depan yang lebai baik, tetapi interpretasi skriptural yang berarti memerangi segala terkait non-Muslim karena mereka telah mengganggu kepentingan Muslim. Bahkan terhadap pemerintah sah pun perlu dilakukan jihad dikarenakan mereka ini diklaim sebagai thogut. Temuan tidak biasa ini ternyata membuat Pak Dubes Tommy tertarik untuk mendalaminya. Selamat membacanya bukunya Pak.
Jarum jam telah menunjuk ke angka 12:30 saatnya segera meninggalkan kedutaan untuk menuju ke rombongan yang sudah menunggu di Sekolah Indonesia Singapura (SIS). Grab lagi sejauh 18.5 km dengan biaya $19.30. Tiba di SIS jam 13:00 pas hujan. Rombongan sudah menunggu di bus. Saatnya menuju KL lewat perjalanan darat melalu Johor.
Ting tong ... 13:37 harus turun dari Bus untuk exit melalui immigrasi Singapore. Cukup bawa paspor. Tas dan luggage tinggalkan di dalam bus. Selesai exit, masuk kembali ke bus melewati jembatan Johor menuju immigrasi Malaysia. Kali ini harus membawa semua tas and luggage. Proses imigrasi kurang lebih selama 1 jam. Harus bongkar-bongkar luggage pula.
17:19 singgah di rest area PAGOH, masih daerah Johor, untuk sholat dan makan ringan. Selanjutnya mencapai Malacca jam 19:07. Pusing-pusing sekitar 1 jam untuk menikmati keindahan senja kota tua Malacca. Di sini banyak saudara-saudara kita yang nyebrang lewat Bengkalis dan Dumai. Sampailah di Kuala Lumpur jam 20:30. Makan malam dulu lalu dianter ke hotel untuk check in sekitar jam 22:00 di Hotel Cosmo Leboh Ampang.
Day 3: 9 Agustus
Sarapan dan keluar hotel jam 9:00 menuju ke Kolej Darul Hikmah, Kampung Sungai Ramal Dalam, 43000 Kajang, Selangor. Ada acara diskusi antara rombongan dosen PIAUD dengan dosen setempat. Dilanjutkan workshop tentang moderasi beragama oleh dosen PIAUD terhadap mahasiswa setempat. Diakhiri dengan makan siang dan sholat jamak takdim, rombongan lalu melanjutkan perjalan ke tempat wisata Batu Cave. Foto-foto di sini jam 15:00 di bawah terik matahari yang menyengat. Pantas saja temen-temen India kulitnya item. This doesn't mean to be a racist against them. Ini untuk menunjukan bagaimana kondisi geografis itu berpengaruh pada tampilan fisik. Hukum Darwin nih.
Dan sesuai planning tujuan akhir hari ini adalah menuju ke Genting Highlands. Tepat jam 16:46 sampai Genting. Beli tiket Gondala untuk naik ke mall di atas dimana ada wahana bermain dan tentu saja yang dituju adalah Casino. Main dulu deh ke Casino. Main apa? Jalan-jalan keliling melihat suasana ribuan orang berbaur, ada yang sedang berjudi seperti dalam film-film Hollywood, dan mayoritas seperti saya menyaksikan bagaimana orang berjudi dengan penuh gelak tawa. Aku kira suasananya sepi hening seperti di film. Ternyata noisy banget. Antar outlet judi itu tidak ada sekatnya. Jebrat jebret untuk mengabadikan momen, diteriaki oleh bandar atau dealer Casino. Sambil nunjuk-nunjuk dengan bahasa Inggris yang tidak jelas, aku datangi si-bandar. Minta aku menghapus foto. Okay aku hapus. Lalu aku pergi. Iya benar aku hapus, tetapi kan masih tersimpan di folder trash. Keluar dari Casino, ya aku recover lagi foto-foto folder di trash tersebut.
Selesai dari Mall atas, turun ke bawah naik Gondala lagi menuju ke factory outlets. Jreng ... keluar masuk untuk window shopping ... masuk lah untuk kedua kalinya ke outlet FOSSIL. Lihat jam kok langsung tertarik. Nanya-nanya, ambil lah jam tersebut di harga 361 ringgit. Lalu lihat tas kok cantik dan kecil warna hijau yahhhh ... Ternyata barang-barang di FO sini original, bukan KW seperti marak di Indonesia. Harganya pun murah karena tidak dikenai pajak GST (goods and services tax). Apalagi diskonnya beneran. Harga online-nya masih 761 ringgit, terpaut 400 ringgit. Selesai sekitar jam 18:30, rombongan lalu menuju ke titik jemput. Wusss menuju kembali ke KL. Singgah makan malam. Perut dah mulai mules. Sampailah kembali di Hotel Cosmo jam 22:00.
Day 4: 10 Agustus
Rombongan diantar ke Petronas Twin Tower jam 9:23. Kali kedua ke sini, tapi masih saja suka foto-foto. Foto dari segala penjuru mestinya dengan tongsis (tongkat narsis) yang dibeli di Genting seharga 28 ringgit. Jebrat-jebret ratusan foto. Sayangnya pagi itu matahari tidak menampakan dirinya karena tertutupi oleh fog. Kabut ya. Sepertinya asap kebakaran hutan ya. HP Xiaomi ku tak mampu memberikan detail foto yang bening. Nampak selaput putih. Beda dengan teman-temang yang menggunakan iPhone 14 Max Pro. Walaupun berkabut pun tetap saja fotonya ciamik.
Rombongan lalu menuju ke Menara Kuala Lumpur jam 10:04. Yah mirip seperti Monash di Jakarta. Bedanya, bangunan Monash lebih modern ya dibanding Menara KL. Disamping itu, sekeliling Menara KL belum tertata dengan rapi. Tidak banyak juga pengunjung yang lalu lalang. Beda dengan Monas dimana tiap hari ribuan orang lalu lalang baik sebagai pengunjung ataupun penjual asongan, bakul jamu, demonstrasi dukun dan lain-lain atraksi lainnya.
Selanjutnya menuju ke Merdeka Square jam 10:48. Karena gerimis, rombongan tidak berkenan untuk turun. Saya turun dan selanjutnya berpisah dari rombongan yang melanjutkan perjalanan ke Ipoh ke kampus UPSI (University Pendidikan Sultran Idris). Saya lalu menuju ke Pasar Seni untuk naik MRT menuju ke Tun Rozak Exchange. Keluar lalu order Grab untuk menuju ke Indonesian Embassy. Padahal deket yah. Within a walking distance lah. Karena panas okey lah. Nge-grab bayar 6 ringgit.
Sampai di security, menyampaikan maskud kedatangan. Saya terangkan sudah janjian sama Pak Dubes Hermono. Tetap saja diminta menunggu. Padahal Security langsung menuju trotoar yang ada bukaannya. Bau got menyengat seperti di Jakarta. Serius jorok. Plus panas sekali. Ini belagu banget personil security nya. Sudah aku tunjukan percakapan wassap dengan Dubes, masih saja tidak percaya. Karena gak kuat nunggu, langsung saja aku telpon Pak Dubes. "Pak Dubes, ini saya yang hari ini sudah janjian untuk bertemu Bapak. Tetapi security Bapak tidak mengijinkan saya masuk." Aku loud speaker Pak Dubes menimpali "Ya masuk saja." Baru aku diperbolehkan masuk. Menuju ke Lobby. Menunggu beberapa saat. Bertemulah dengna Dubes Hermono. Saya sampaikan isi buku bla bla bla ... Beliau menegaskan bahwa ini baru satu sisi survey. Perlu ditindaklanjuti dengan temuan mendalam berupa wawancara. Mengapa mahasiswa itu menganggap materi PAI eksklusif. Mengapa demikian? Padahal silabus PAI sudah moderate. Kok mereka masih saja menganggap PAI eksklusif. Mengapa mahasiswa masih saja radikal bahkan ekstrem. Apakah ini benar disebabkan oleh materi PAI yang eksklusif ataukah ada faktor lain. Contohnya, mereka memang membawa bibit-bibit radikal sebelum masuk terdaftar sebagai mahasiswa di kampus. Yes, saya pun setuju dengan kritikan ini. Karena survey itu extensive, perlu di-intensive kan dengan indept interviews ataupun focus group discussion.
Selesai dari embassy jam 13:00 segera jalan kaki menuju Tun Rozak Exchange. Kembali naik MRT seharga 1.80 rinnggit ke Pasar Seni. Makan siang dulu model Arab: Nasi putih, rendang goat, dan segelah teh tarik. Lalu menuju ke Central Market untuk beli souvenirs.
Dari central market jalan kaki menuju ke hotel Cosmo. Mandi sholat. Keluar lagi dari hotel menuju ke Masjid Jameek jam 16:14 untuk kembali jalan-jalan. Naiklah MRT untuk kembali ke Petronas Twin Tower. Kali ini yang saya tuju adalah mall yang ada di dalamya. Hmmm ... mall sih ya sama saja ya. Tapi, setiap outlet dipenuhi dengan brand internasional kok baru kali ini aku lihat. Mulai dari Louis Vutton, Christian Dior, Versace, Saint Laurent, Rolex, Tom Ford, Michael Kors, dan lainnya. Gak ada yang dibeli di sini. Sekedar exploring saja. Lalu menuju halaman luar. Dan kembali selfie berbagai penjuru dengan background Twin Tower.
Selesai dari Twin Tower sengala jalan kaki menuju ke hotel. Eh ketemu beberapa spot yang pernah aku kunjungi sebelumnya seperti Malaysia Tourism Center di Jalam Ampang. Terus saja jalan ketemu lah station LRT Bukit Nanas di simpang Jalan Sultan Ismail. Maunya ke Bukit Bintang, tetapi kaki dah lempoh. Yah jalan lagi sepenjang 3.5km menuju McDonald seberang Masjid Jameek, dekat hotel Cosmo. Makan secukupnya plus minum Coke ukuran large. (Ini kali yang menyebabkan ku batuk-batuk setelah tiba di Jogja). Capaik mandi. Jam 20:00 menuju ke komplek India yang ramai dengan street market dan yang terkenal dikunjungi Hanifa Supermarket. Banyak jajajan di sini seperti cokelat dan souvenirs untuk oleh-oleh. Kembali ke hotel jam 22:00. Mandi, sholat, dan ngorok deh.
Day 5: 11 Agustus
Check out dari hotel jam 9:00. Menuju ke bus untuk dianter ke bandara KLIA-2. Mampir dulu di Putrajaya, pusat pemerintahan Malaysia jam 10:14. Sholat Dhuha dulu di masjid Putra. Sambil jebrat-jebret sekitar 1.5 jam. Saatnya ke KLIA-2. Selesai check in luggage untuk rombongan yang membelinyan (note AirAisa hanya membolehkan kita bawa carry-on luggage maximum 7kg, toleransi sampai 7.8kg), saya dan Pak Ihsan masuk ke immigrasi. Jam 15:37 sudah di dalam pesawat untuk penerbangan ke YIA.
Alhamdulillah 17:30 sampai YIA. Lalu selesai proses imigrasi dan exit naik Damri menuju ke Sleman City Hall. Turun di simpang Wahidin Mlati jam 20:00. Tepat di pick up oleh Rino, anak ke-2. Jreng ... jam 20:30 sampai rumah Seyegan.
It was such lovely traveling ... feel good and mission accomplished. Hope to go back there with my family.
A Lesson Learnt
Melihat percepatan pembangunan Singapore, baik bangunan fisik maupun bangunan mental manusianya, membuat saya miris sekaligus merinding melihat kondisi Indonesia. Fisik memang digenjot terus untuk dibangun di Singapore. Merlion yang dulu tidak ada jembatan layang menuju Esplanade pun sekarang menjadi ada. Bangunan perumahan yang dulu hanya beberapa, sekarang sangat jamak ditermui sepanjang jalan. Belum lagi pembangunan gedung-gedung bisnis dari pojok ke pojok, terbangun menjulang tinggi dari sisi timur ke barat. Transporatasi publik berupa Bus dan MRT terkoneksi dengan sangat baik. Tepat waktu dan tertib. Jalan-jalan bersih, mulus, tak sedikit pun terlihat puntung rokok apalagi sampah, trotoar lebar, nyaman, dan aman. Pembangunan manusia nya pun luar biasa. Ketaatan pada aturan, kedisiplinan, kebersihan tidak hanya untuk diri tetapi juga lingkungan, saling hormat menghormati terutama pada yang lebih tua ... teratur dan dipraktekkan semua usia. NUS, the National University of Singapore, masuk dan bertahan di the top 10 universities in the world. Kurang apa lagi? Bangunan fisiknya moderen. Isi bangunan berupa keilmuannya berkembang dahsyat berpengaruh di dunia.
Bagaimana gak miris melihat pembangunan fisik dan non-fisik Singapore yang terus menerus digenjot seperti ini. Kapan negeri tercinta ini mampu melakukan seperti Singapore. Keknya Indonesia gak akan bisa mencapai apa yang telah dicapai oleh Singapore sekarang ini. Jika Indonesia hanya heboh di politik. Heboh politik PILPRES dan PILEG 5 tahunan. Heboh di PILGUB 5 tahunan dan PILBUB 5 tahunan. Heboh politik yang menghabiskan lebih dari 500 triliunan baik berupa dana pemilu PKU dan BAWASLU, dana pusat melalui PEMDA untuk kesuksesan pemilu, dana pusat melalui TNI-POLRI untuk pengamanan pemilu dan dana pusat lainnya melalui kementerian maupun lembaga untuk sukses pemilu. Ataupun dana non-negara yang bersumber dari para pengusaha dan para calon. Ludes terkumpul dan habis untuk heboh politik.
Kehebohan politik selesai, bukannya pembangunan yang dikejar. Tetapi, bagaimana dana dibelanjakan tim pemenangan calon itu bisa kembali didapatkan. Korupsi dan gratifikasi jangan harap reda, tetapi tambah ngegas walaupun ZONA INTEGRITAS digaungkan hampir setiap pojok gedung perkantoran. Setelah terpilih dan menjabat dalam periode 5 tahunan, pembangunan fisik dan non-fisik untuk mengejar ketertinggalan tidak mampu dilakukan. Maka kehebohan politik tidak berdampak signifikan pada kemajuan. Itulah judul tulisan ini gebyar dalam berpolitik, tetapi ambyar dalam pencapaian yang prolifik.
Ada yang bilang, jangan lah dibandingkan dengan Singapore, tetapi ke Malaysia lah. Sama saja. Kita tertinggal dari Malaysia. Apple to apple adalah membandingkan Jakarta dan Kuala Lumpur. Udaaah ... mau dari sektor manapun, Kuala Lumpur well ahead Jakarta. Jakarta ingin mengejar Kuala Lumpur, Kuala Lumpur pun tambah kencang berlari. Mana mungkin bisa terkejar?
Lihat bagaimana di KL transportasi massa terintegrasi mulai dari bus, LRT, dan MRT. Lah kita di Jakarta baru dibangun LRT hebohnya luar biasa. Baru saja selesai kereta cepat Jakarta Bandung dah dianggap Chinese centris. MRT baru dari Lebak Bulus ke Harmoni dah dicecar habis. Jalan toll, yang tidak seberapa panjang dibandingkan rasio luas negara dan jumlah penduduk, dianggap tidak memiliki dampak ekonomi. Komentar yang ngerecoki dan nyinyir mulu' ini tidak baik untuk pembangunan mentalitas anak-anak bangsa. Nyinyir seperti ini berakibat pada loss in orientation dalam berbangsa dan bernegara.
Lalu apa? Baiknya generasi muda memang tidak perlu berorientasi politik. Jangan mau dibodohi bahwa politik itu segalanya. Bahwa politik itu satu-satunya cara untuk perbaikan. Tidak! No way! Politik keruh penuh dengan korupsi. Anda masuk didalamnya, kalau tidak ikut keruh dan korupsi, tidak akan bisa bertahan. Maka apa yang bisa dilakukan? Mari bekerja dan berkarya terus menerus sesuai bidang masing-masing. Itu cara untuk kemajuan. Jangan terlalu berharap pada struktur dengan model pembangunan top-down. Tetapi, mulailah dari diri kita untuk kebaikan bottom-up tanpa harus heboh di politik. Syukur-syukur yang sedang berkuasa mampu menangkap pesan ini. Untuk bisa mendorong, memotivasi, syukur mendanai pergerakan bottom-up untuk kemajuan. Jika tidak, negeri ini akan semakin terbelakang dibanding Singapore dan Malaysia. Terbelakang tidak hanya dalam pembangunan fisik, tetapi juga non-fisik berupa mentalitas anak-anak negeri ini.
Mentalitas kita bahkan anak-anak kita tidak nampak sebagaimana mereka bilang "I'm a Singaporean." "I'm a Malaysian, and you?" Pantas saja Timnas U23 kemarin kalah 1-2 dari Malaysia. Ini bukan masalah taktik atau strategi, tetapi mentalitas!
Tolonglah! Mentalitas ini sudah jatuh drastis. Marilah tidak heboh berfoya triliunan di arena politik. Mari dari kita, mulai dari kita perhatikan hal-hal sepele sekalipun tetapi berdampak pada mentalitas. Apa saja kah hal-hal kecil yang kita anggap sepele itu? Kedisiplinan! Disiplin tidak hanya di kerjaan, tetapi juga ketika pulang dari kerjaan melalui jalanan harus tetap disiplin dalam berlalu lintas. Sampai rumah, kedisiplinan yang sama juga diterapkan kepada seluruh anggota keluarga. Hidup mulai teratur dengan kedisiplinan. Itulah mentalitas yang bersinergi antara di kerjaan, jalanan, dan rumah. Lah kita? Mental di kerjaan? Mental di jalanan? Mental di rumah? Bobrok!