Skip to main content

Pelajaran dari Pilihan Rakyat Malaysia #1

 Hari ini Selasa 22 Nov jam 2 siang waktu KL, atau 1 siang WIB, adalah batas akhir koalisi untuk menyerahkan kepada Sultan nama yang dinominasikan menjadi PM sekaligus dukungan minimal 111 anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan (a simple majority), hasil dari GE 15 19 November memperebutkan 220 kursi.

Dua nama bersaing menjadi PM, yaitu Anwar Ibrahim dan Muhyiddin Yasin. Anwar adalah pucuk pimpinan koalisi multi ras dan agama, Pakatan Harapan, dengan jumlah suara 82. Sedangkan Muhyiddin adalah pimpinan koalisi ultra pribumi Islam, Perikatan Nasional, dengan suara 73.

Koalisi Barisan Nasional, pemerintah incumbent, yang hanya mendapatkan 30 suara menjadi primadona menentukan koalisi mana yang bakal bisa membentuk pemerintah. Dikritik karena kleptokrasi (pemerintahan yang ambil untung untuk dirinya sendiri dengan cara korupsi dan grafitikasi tersembunyi yang susah diusut secara hukum), BN ternyata diajak oleh PH membentuk pemerintahan.

Pelajaran yang bisa dipetik (a lesson learnt), berpolitik itu gak perlu idealis, gak perlu muluk-muluk, gak perlu sok normatif benar salah, dan karenanya gak perlu bawa-bawa surga-neraka. Nyatanya, kemengan PH yang tidak terlepas dari selalu menggoreng kejelekan dan kebobrokan pemerintahan kleptokrasi BN, malahan mengajaknya untuk membentuk pemerintahan.

Sama halnya dengan kita, ketika cebong kampret saling mengharamkan, nyatanya selesai pilpres Prabowo-Sandi menjadi menteri dari Jokowi-Ma’ruf yang mereka, dan apalagi pendukungnya, jelek-jelekan dan neraka-nerakakan.

Dus, berpolitik itu santai saja. Menang kalah yang tetap “menang” adalah mereka yang terjun langsung di partai. Mereka ini yang walaupun partainya kalah selalu bisa menikmati “kekalahan” karena dapur dijamin ngepul bahkan kepulan asap dapurnya bisa merambah ke seluruh penjuru negeri menambah pundi-pundi harta kekayaan. Sedangkan kita yang hanya penggembira, atau tim hore, akan selalu “kalah” sekalipun partai yang kita sokong itu menang. Ketika Jokowi menang, apa yang kamu dapatkan? Usaha dan kerjaan mu menjadi lebih moncer? Hartamu tambah banyak? Anak-anakmu bisa kuliah di kampus kelas A? Masih mau dipolitisasi, dikapitalisasi, atau bahkan “diperah” partai politik hanya untuk “kesenangan sesaat”? 

Popular posts from this blog

Kalah nyolot

 Setelah penetapan KPU pada 20 Maret dengan perolehan suara Prabowo-Gibran 96,214,691 (58.59%) sebagai pemenang dan paslon kalah berturut-turut adalah Anies-Muhaimin dengan perolehan suara 40,971,906 (24.95%) dan Ganjar-Mahfud 27,040,878 (16.47%), tidak membuat kubu yang kalah lerem . Padahal, mereka inilah yang menolak quick count dan menunggu real count KPU untuk mengetahui siapa sejatinya yang menang dan kalah. Ketika kalah, bukannya mereka menerima kekalahan, tetapi justru nyolot atau ngelunjak bahwa, menurutnya, mereka memang diskenariokan kalah dengan cara mengurangi perolehan suara yang mestinya mereka dapatkan.  Kita jadi disodori budaya nyolot, yang sejatinya bukan budaya kita, terutama Jawa. Orang Jawa terbiasa turun temurun dengan budaya sareh ketika ada masalah. Pertama, orang Jawa akan tenang menyikapi masalah sembari memikirkan ( menggalih ) solusi terbaik terhadap masalah tersebut. Kedua, o ra gedandapan artinya tidak kesana kemari apalagi hiruk pik...

Bener Ora Pener

Di Jawa ada kaidah BENER ORA PENER yang kira-kira artinya BENAR TETAPI TIDAK TEPAT. Maksudnya, tidak semua kebenaran itu tepat. Karena tidak tepat, kaidah berikutnya adalah BECIK KUWALIK yang artinya hal yang benar justru terbalik menjadi salah. Maka supaya yang benar tetap menjadi benar harus tepat cara menyampaikan kebenaran tersebut. Tidak justru kebalik bahwa hal yang benar itu menjadi salah hanya gara-gara tidak tepat menyampaikannya. Merasa dicurangi dalam proses pemilu, itu ranah BAWASLU untuk menyelesaikannya. Dicurangi kalau dibawa ke MK itu ranah selisih suara. Apakah selisih suara Anies (24.95%) dan Ganjar (16.47%) ke Prabowo (58.59%) itu bisa menggagalkan pemilu satu putaran? Target mereka adalah dua putaran. Kalau dijumlahkan suara Anies dan Ganjar itu 41.41%. Artinya, mereka akan mendalilkan bahwa telah ada kecurangan 9% yang berarti 14,780,473 (dari suara sah 164,227,475) suara atau setara 49,268 TPS. 9% suara yang ada di Prabowo ini harus dikembalikan ke mereka sehingga...