Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2024

Matinya intelektualisme

 Hampir setiap gelaran pilpres usai, kita selalu disuguhi sekumpulan orang yang nampak pakar, selalu dihadirkan menjadi nara sumber dari TV ke TV yang komentarnya penuh dengan curiga bahwa pemilu ini penuh dengan kecurangan. Bahwa pemilu 2024 ini yang paling jelek dalam hal kecurangan. Kecurangan itu dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini penyelenggara pemilu yaitu KPU, bahkan pengawas pemilu berupa Bawaslu, aparatur negara yang dikerahkan untuk memastikan paslon yang diinginkan menang, dan bahkan presiden sendiri dianggap selalu melakukan kecurangan dibalik blusukan dengan membagikan bansos. Para pseudo-intelektual tersebut juga banyak muncul di grup wassap dengan mensirkulasikan semacam pencerahan dan tidak jarang menforward potongan video (tidak utuh) terkait pemilu curang. Bahkan tidak jarang mereka mengomentari quick count yang dianggap sebagai sok metodologis. Dianggap sebagai penggiringan opini publik. Dianggap sebagai menyesatkan karena tidak sesuai dengan fakt...

Relativisme Etika

 Etika itu prinsip bisa terkait dengan benar dan salah, tetapi juga, dan tidak jarang justru yang paling pas, terkait dengan baik dan buruk bagi individu ataupun masyarakat. Ini terkait dengan moral dan bagaimana seseorang itu membuat keputusan dan arah tujuan hidup. Kita selalu memegang teguh prinsip moral tersebut dengan menyatakan bahwa kita yang benar, dan sebaliknya orang lain salah. Ini adalah bentuk pertahanan terhadap prinsip moral yang kita miliki dan praktekan ketika prinsip tersebut ternyata berbeda dengan prinsip orang lain. Salah dalam memilih prinsip moral bisa berakibat pada konsekuensi serius seperti hilangnya reputasi, denda, bahkan tidak jarang penjara.  Norma etika itu lebih luas dari aturan tertulis. Kita bersepakat bahwa pembunuhan itu secara etika adalah perbuatan yang salah. Tetapi kita bisa jadi berbeda pendapat tentang aborsi padahal aborsi itu pembunuhan juga. Ini dikarenakan kita berbeda pandangan tentang human beings atau manusia. Masih soal pembunu...

Etika tidak etik

Menuding biasanya menggunakan satu jari telunjuk. Tiga jari lainnya, i.e., kelingking, manis dan tengah, terlipat menuju arah orang yang menuding. Dalam bahasa Jawa, ini adalah SANEPO, simbol yang memiliki makna impisit dibalik tindakan fisik. Maknanya, sekali menuduh, orang yang menuduh itu gak taunya memiliki 3 tuduhan. Dalam prakteknya, satu kali tuduhan itu untuk menutupi tiga tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Paslon dan timnya 01 dan 03 selalu menuduh 02 tidak menjunjung etika dengan tetap kekeh melanjutkan pencalonan Gibran sebagai cawapres. Dalam kampanye terbuka, tertutup bahkan debat capres-cawapres, tak henti-hentinya 01 silih berganti dengan 03 menuduh bahkan memperolok 02 sebagai paslon yang tidak etis. Dalam SANEPO Jawa bisa jadi tuduhan tidak etis kepada 02 ini untuk menutupi permasalahan yang telah dilakukan oleh 01 dan 03 yang bisa disebut sebagai paslon yang tidak etis pula.  Anis menjadi gubernur DKI atas jasa Prabowo. Ratusan miliar dan mobilisasi pemilih telah...

Politik Kebangsaan

 Akademisi itu sering didengar ucapan dan diikuti tindakannya. Karena akademisi itu bisa dan terbiasa berpikir jernih, obyektif, berdasar fakta di lapangan dengan penalaran logis, disampaikan secara sistematis dan berdiri independen tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik. Ketika berpolitik, akademisi itu jenis politiknya politik kebangsaan. Yaitu politik yang tidak terkotak oleh kepentingan partai atau golongan, tetapi kepentingan bangsa. Karenanya, akademisi itu akan santun setiap kali menghadapi masalah dengan mengorbankan kepentingan pribadi atau golongan ataupun partai, demi kepentingan umum apalagi kepentingan bangsa. Ketika paslon yang dipilihnya kalah, akademisi akan menyampaikan sikap untuk menerima kekalahan tanpa harus mencari-cari kesalahan pihak yang menang. Kira-kira mereka akan bersikap "Yaaah ... kita sudah berusaha untuk memilih dan memenangkan paslon kita. Nyatanya kalah quick count. Ya belum rezeqi. Kita terima saja kekalahan ini. Kita ucapkan selamat kepada ...

Akademisi Politis

 Quick count itu perhitungan cepat berdasar pada sample sekitar 2000-an dari sejumlah 820,161 TPS dalam negeri (ada 3,059 TPS di luar negeri). Penentuan sample tidak asal comot sesuai selera lembaga survey tetapi berdasarkan a standardized random table yang sudah terverifikasi untuk mendapatkan sample yang representasi jumlah total TPS. Dengan confidence interval 95% dan margin of errors +/- 1%, dilakukan penelitian sebanyak 100 kali, angka temuan quick count akan selalu muncul dalam rentang +/- 1%. Secara signifikan, temuan quick count bisa digeneralisasi sebagai temuan populasi TPS dikarenakan sample TPS representasi dari total populasi TPS. Itu bahasa statistik. Bahasa sederhananya dalam kehidupan sehari-hari, temuan quick count itu dipastikan sama dengan angka real count KPU. Kalaupun ada selisih, angka real count itu nantinya maksimal, repeat MAKSIMAL, adalah + 1 (tambah 1%) atau - 1 (kurang 1%) dari angka real count. Contoh, quick count KOMPAS, Prabowo-Gibran menang telak den...

Contoh Jelek Tidak Mengaku Kalah

Mereka selalu teriak-teriak sebagai penjunjung tinggi etika atau nilai-nilai moral. Seakan hanya mereka lah yang bisa menentukan sesuatu itu etis atau tidak etis. Hanya mereka lah yang selama ini berprilaku dengan menjunjung tinggi etika. Sedangkan orang lain tidak etis karena tidak menjunjung tinggi nilai-nilai etika. Okay, anggap saja hanya mereka yang memiliki etika dan selalu berprilaku sesuai pedoman yang etis. Kenyataannya, sekarang ini mereka kalah pada pilpres 14 Februari yang lalu berdasar quick count. Tetapi justru mencari celah untuk menyalahkan mereka yang menang. Justru mencari-cari kesalahan pihak yang menang. Padahal kekalahan mereka telak, bukan kekalahan tipis. Anis-Muhaimin 25% versus Prabowo-Gibran 58% (Litbang Kompas). Tau berapa bedanya? 33%. Ganjar-Mahfud 16%. Tau berapa bedanya? 42%. Karena gak kuasa mengalahkan suara Prabowo-Gibran, maka skenario pun dibangun untuk mengakali supaya ada putaran kedua. Suara Anis dan Ganjar 41%. Tinggal 9% lagi atau sekitar 18 jut...

Kalah Tranyak Penjunjung Etika

 Sudah jelas kalah tetapi tidak mengakui kalah. Justru mencari-cari kesalahan pihak yang menang. Justru menimpakan pada situasi dan kondisi yang berpihak pada pihak lawan yang menang. Justru menimpakan pada sistem yang membuat pihak lawan bisa menang. Bukannya introspeksi segala kekurangan dan kelemahan yang ada pada pihaknya sehingga membuatnya kalah dalam kompetisi. Itulah gambaran kita ketika kalah selama ini. Fenomena sosial tidak menerima kekalahan itu sudah menjadi penyakit sosial. Figur yang selama ini mengklaim sebagai pihak yang menjunjung tinggi etika, yang selalu menyerang pihak lawan tidak memiliki etika, justru sedang melanggar etika yang selama ini mereka deklarasikan. Mengingkari kekalahan karena dicurangi oleh pihak lawan adalah mengingkari kenyataan bahwa dirinya memang kalah.  Buruk muka cermin dibelah. Pribahasa ini memberikan gambaran tepat bagi mereka yang kalah, bukannya menyalahkan dirinya, tetapi justru menyalahkan situasi dan kondisi. Menyalahkan MK ya...